Pelestarian Hutan Mangrove dan Peraturan Perundang-undangan tentang Lingkungan Hidup
|
|
|
|
|
|
|
disusun oleh :
Andika Lamindo Kaban
Bella Syafitri
Desira Maria Florentniga Runuk
Dwi Jaka Ananda
Neneng Novesha Dewi
Rinni Deviana
Yulia Maulida
( XI IPA 1 )
SMA NEGERI 1 SELAT KUALA KAPUAS
TAHUN AJARAN 2012/2013
Daftar Isi
Kata pengantar ............................................................................................................................. i
Daftar isi....................................................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan....................................................................................................................... 1
Bab 2 Pembahasan....................................................................................................................... 3
I. Hutan Mangrove
A. Definisi Mangrove.................................................................................................. 3
B. Bentuk-Bentuk Adaptasi Tumbuhan Mangrove....................................................... 6
C. Perkembangbiakan Hutan Mangrove...................................................................... 6
D. Suksesi Hutan Mangrove....................................................................................... 7
E. Kekayaan Flora.................................................................................................... 8
F. Peranan, Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove...................................................... 10
II. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 13
A. BAB I Ketentuan Umum........................................................................................ 14
B. BAB II Asas, Tujuan, dan Sasaran.......................................................................... 17
C. BAB III Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat..................................................... 17
D. BAB IV Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup................................................ 18
E. BAB V Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.......................................................... 21
F. BAB VI Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup................................................... 22
G. BAB VII Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup................................................. 26
H. BAB VIII Penyidikan............................................................................................. 29
I. BAB IX Ketentuan Pidana..................................................................................... 30
J. BAB X Ketentuan Peralihan................................................................................... 33
K. BAB XI Ketentuan Penutup................................................................................... 34
III. Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup .................................................................................... 35
A. Umum................................................................................................................... 35
B. Pasal demi Pasal.................................................................................................... 39
Penutup...................................................................................................................................... 57
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 57
B. Saran........................................................................................................................... 57
Daftar Pustaka
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah limpahan rahmat serta karunia-Nya lah kami sekelompok dapat menyelesaikan tugas Pendidikan Lingkungan Hidup tepat pada waktunya. Tugas yang kami susun ini bertemakan Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup dan Mangrove.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing kami, yaitu Ibu Solide Tambunan, S. Pd yang telah membimbing kami dalam penyelesaian tugas ini. Kami juga berharap tugas yang kami susun ini dapat berguna sebagai bahan pembelajaran untuk teman-teman lainnya yang ingin mendalami tentang hutan Mangrove.
Kami juga menyadari bahwa tugas yang kami susun ini masihlah jauh dari kesempurnaan yang Ibu dan teman-teman lainnya harapkan. Untuk itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar penyusunan tugas di lain hari dapat menjadi lebih baik. Demikianlah yang dapat kami curahkan, atas segala kekurangan nya kami ucapkan maaf yang sebesar-besarnya.
Kuala Kapuas, 30 Agustus 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Terdapat tiga syarat
utama yang mendukung berkembangnya ekosistem mangrove di wilayah pantai yaitu
air payau, tenang dan endapan lumpur yang relatif datar. Sedangkan
lebar hutan mangrove sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya pasang surut serta jangkauan air pasang dikawasan pantai tersebut.
Pada dasarnya kawasan pantai merupakan wilayah peralihan antara daratan dan
perairan laut. Garis pantai dicirikan oleh suatu garis batas pertemuan antara
daratan dengan air laut. Oleh karena itu posisi garis pantai bersifat tidak
tetap dan dapat berpindah (walking land atau walking vegetation) sesuai dengan
pasang surut air laut dan abrasi serta pengendapan lumpur (Waryono, 1999).
Secara umum dapat dimengerti bahwa bentuk dan tipe kawasan pantai, jenis
vegetasi, luas dan penyebaran ekosistem mangrove tergantung kepada karakteristik
biogeografi dan hidrodinamika setempat. Berdasarkan kemampuan daya dukung (carrying
capacity) dan kemampuan alamiah untuk mempengaruhi (assimilative capacity), serta
kesesuaian penggunaannya.
Kawasan pantai dan
ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan eksploitasisum berdaya alam dan
pencemaran lingkungan akibat tuntutan pembangunan yang masih cenderung
menitikberatkan bidang ekonomi. Semakin banyak manfaat dan keuntungan ekonomis
yang diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Sebaliknya makin sedikit manfaat dan keuntungan ekonomis, makin ringan
pulakerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Dampak-dampak lingkungan tersebut
dapat diidentifikasi dengan adanya degradasi kawasan pantai dan semakin
berkurangnya luasekosistem mangrove.Secara fisik kerusakan-kerusakan lingkungan
yang diakibatkannya berupa abrasi, intrusiair laut, hilangnya sempadan pantai
serta menurunnya keanekaragaman hayati dan musnahnyahabitat dari jenis flora
dan fauna tertentu.Kerusakan kawasan pantai mempunyai pengaruh kondisi sosial
ekonomi masyarakatyang hidup di dalam atau di sekitarnya. Kemunduran ekologis
mangrove dapat mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan ikan dan berkurangnya
pendapatan para nelayan kecil di kawasan pantai tersebut.
Eksploitasi dan
degradasi kawasan mangrove mengakibatkan perubahan ekosistem kawasan pantai
seperti tidak terkendalinya pengelolaan terumbu karang, keanekaragaman ikan,
hutan mangrove, abrasi pantai, intrusi air laut dan punahnya
berbagai jenis flora dan fauna langka, barulah muncul kesadaran pentingnya
peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem kawasan pantai. Adanya
pertambahan penduduk yang terus meningkat, memacu berbagai jenis kebutuhan yang
pada akhirnya bertumpu pada sumberdaya alam yang ada. Ekosistem mangrove
merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas dari tekanan tersebut.
Pada saat ini telah terjadi konversi ekosistem mangrove menjadi lahan
pertanian, perikanan (pertambakan), dan pemukiman yang tersebar hampir di
seluruh Indonesia. Padahal kekayaanflora dan faunanya belum diketahui secara
pasti, begitu pula dengan berbagai hal yang terkait dengan keberadaan ekosistem
mangrove tersebut. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah penanganan
konservasi ekosistem mangrove.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI MANGROVE
Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis, Mangue dan
bahasa Inggris, Grove. Adapun dalam bahasa Inggris kata Mangrove digunakan
untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut
maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas
tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata Mangrove digunakan untuk
menyatakan individu spesies tumbuhan tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan definisi Hutan Mangrove, seperti Soerianegara
dan Indarwan (1982) menyatakan bahwa Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di
daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang
dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim, (2) dipengaruhi pasang surut, (3)
tanah tergenang air laut, (4) tanah rendah pantai, (5) hutan tidak mempunyai
struktur tajuk, (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas Api-api
(Avicenia Sp), Pedada (Sonneralia), Bakau (Rhizopora Sp), Lacang (Bruguiera
Sp), Nyirih (Xylocarpus Sp), Nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.
Kusmana (2002) mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan
atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah
pasang surut. Ekosistem Mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas
lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat
mangrove.
Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “Mangrove” adalah vegetasi
hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybeikhen (1988) menyatakan
Hutan Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas
atau semak-semak yang mempunyai kemampuan tumbuh dalam perairan asin.
Menurut Snedaker (1978) dalam mangrovecentre.or.id, diakses tgl 15
Nop.2007 , Hutan Mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa
di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan
reaksi tanah an-aerob.
Sedangkan menurut Aksornkoe (1993), Hutan Mangrove adalah tumbuhanb
halofit (tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar garam tinggi atau
bersifat alkalin) yang hidup disepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh
pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang
tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Secara ringkas Hutan Mangrove dapat
didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, Laguna, muara sungai) yang tergenang pada
waktu pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam.
Hutan Mangrove yang tumbuh karena dipengaruhi pasang air laut ini, sering
juga kita menyebutnya dengan Hutan Bakau yang sebenarnya kurang tepat, karena
Bakau, dari keluarga Rhizophora itu sendiri adalah hanya salah satu dari
sekian jenis yang tumbuh di ekosistem hutan Mangrove ini. Hutan Manggrove
adalah tipe hutan yang berkarakteristik unik, mengingat didaerah payau ini
berpadu 4 ( empat ) unsur biologis penting yang fundamental, yaitu Daratan,
Air, Pepohonan, dan Fauna.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang
surut atau tepi laut. Tumbuhan manggrove bersifat unik karena merupakan
gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove
mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor).
Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang
miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang
diantaranya terancam punah, seperti harimau Sumatera (Panthera Tigris
Sumateranensis), Bekantan (Nasalis Larvatus), Wilwo (Mycteria Cinerea), Bubut
Hitam (Centropus Nigrorufus) dan Bangau Tongtong (Leptopilus Javanicus) serta
tempat persinggahan bagi burung-burung.
Beberapa jenis Mangrove yang
terkenal:
- · Bakau (Rhizopora spp)
- · Api-api (Avicennia spp)
- · Pedada (Sonneratia spp)
- · Tanjang (Bruguiera spp)
Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove bereaksi berbeda
terhadap variasi-variasi lingkungan fisik , sehingga memunculkan zona-zona
vegetasi tertentu.
Beberapa faktor lingkungan fisik
tersebut adalah:
· Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan,
substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan mangrove
tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di
beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada
pula hutan mangrove yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur
dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di
pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang
· Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan
mangrove yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan
ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang
lebih tenang.
Yang agak serupa adalah
bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni
yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak
begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan
mangrove juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
· Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan
air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang
terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan
mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua
kali dalam sebulan.Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini,
secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis
mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman
yang relatif kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora
spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora
apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan
bakau R. stylosa dan Perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas
pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup Api-api putih (Avicennia
alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Dibagian lebih ke dalam, yang
masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata
dengan jenis-jenis Kendeka (Bruguiera spp.), Kaboa (Aegiceras corniculata)
dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa
ditemui Nipah (Nypa fruticans), Pidada (Sonneratia caseolaris) dan Bintaro
(Cerbera spp.).Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan
Nirih (Xylocarpus spp.), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Dungun (Heritiera
littoralis) dan Kayu Buta-buta (Excoecaria agallocha).
B. Bentuk-Bentuk Adaptasi Tumbuhan
Mangrove
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan mangrove, tetumbuhan
beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove
menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan
kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona
terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya
gelombang. Jenis Api-api (Avicennia spp.) dan Pidada (Sonneratia spp.)
menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur
untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon Kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai
akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon Nirih (Xylocarpus spp.) berakar
papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di
atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula
kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki Lentisel, lubang pori pada
pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, Api-api mengeluarkan kelebihan garam
melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora
mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam.
Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan
garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat
terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang
bersama gugurnya daun. Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air
tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam
tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya
penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan mangrove mampu mengatur bukaan mulut
daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik,
sehingga mengurangi evaporasi dari daun.
C. Perkembangbiakan hutan mangrove
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembangbiakan jenis.
Lingkungan yang keras di hutan mangrove hampir tidak memungkinkan jenis
biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi
kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut
membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan mangrove memiliki biji atau buah yang dapat
mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu,
banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau
benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah Bakau
(Rhizophora), Tengar (Ceriops) atau Kendeka (Bruguiera).
Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa
tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh,
buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau
terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan.
Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Sedangkan Buah Nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih
melekat di tandannya. Sementara buah Api-api, Kaboa (Aegiceras), Jeruju
(Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak
nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi
meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak
semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga
berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat
bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant)
berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang
cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah
perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam
dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan
menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
D. Suksesi Hutan Mangrove
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest
succession atau sere). Hutan mangrove merupakan suatu contoh suksesi
hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi
ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan mangrove pada uraian di atas tidaklah
kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat)
yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan mangrove. Hingga pada suatu saat
substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan
mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan mangrove di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah
halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala
macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran
vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin
banyak dan semakin cepat. Hutan mangrove pun semakin meluas.
Pada saatnya bagian dalam hutan mangrove akan mulai mengering dan menjadi
tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba
dan Rhizophora mucronata. Pada bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti
Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga
beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan mangrove,
zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
Uraian di atas adalah
penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena
tidak selalu hutan mangrove terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis
karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak
selalu dapat diperkirakan.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas
mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.
E. Kekayaan Flora
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan mangrove. Akan tetapi hanya
sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap
sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup
terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.
Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia;
menjadikan hutan mangrove Indonesia sebagai yang paling kaya jenisnya di
lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah
diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Wikipedia)
Jenis hutan dapat dibagi atas :
- Hutan Bakau
- Hutan Nyireh Bunga
- Hutan Linggadai
- Hutan Nipah
- Hutan Nipah Dungun
- Hutan Pedada
- Hutan Nibong
Hutan Bakau
Hutan bakau ini hampir keseluruhannya dipenuhi oleh satu jenis spesis saja
yaitu bakau minyak (Rhizophora apiculata). Hampir 50% dari jumlah hutan
bakau terdapat di Daerah Temburong. Spesis kedua,adalah bakau kurap (Rhizophora
macronata) tetapi populasinya sedikit saja, terutama terdapat di sepanjang
pinggir muara sungai.
Hutan Nyireh Bunga
Nyireh bunga (Xylocarpus granatum) dapat hidup bersama-sama dengan
bakau minyak, atau di dalam hutan-hutan yang sama terutama sekali di atas tanah
yang jarang ditenggelami air. Timbunan-timbunan tanah yang ditutupi oleh pohon
paku-pakis (Acrostichum aureum) terdapat banyak sekali udang galah
besar.
Hutan Linggadai
Linggadai (Bruguiera gymnorrhiza) ialah satu-satunya spesis dari
genus yang terpenting di dalam hutan-hutan bakau dan tidak bercampur diantara
tiga spesis lain (B. caryophylloides, B. parviflora dan B. sexangula)
Hutan Nipah
Tumbuhan in adalah tumbuhan asli palma yang berada di tebing-tebing sungai
dan daerah di kawasan-kawasan pantai. Juga dapat ditemui di sepanjang
tanah-tanah rendah di sungai-sungai dan di tebing-tebing..
Hutan Nipah-Dungun
Hutan Nipah bersama Dungun (Heritiera globosa) dapat ditemui secara
bertingkat-tingkat, dan mencapai ukuran yang luas dan besar. Tumbuhan ini dapat
hidup pada ketinggian tertinggi yang dapat dicapai oleh perubahan salinitas
air, khususnya di sepanjang sungai-sungai. Di tempat-tempat yang lebih rendah
di sungai dapat tumbuh jenis Buta buta (Excoecaria agallocha), Linggadai
dan beberapa bakau lainnya.
Hutan Pedada
Tumbuh-tumbuhan Pedada (Sonneratia caseolaris) dengan rumpun
yang kecil terdapat pada tanah yang baru terbentuk di sepanjang pinggir
sungai-sungai.
Hutan Nibong
Palma Nibong (Oncosperma tigillarium) yang panjang lagi berduri
ialah spesis bakau yang tumbuh di pertengahan. Biasanya terdapat dalam kawasan
setempat yang kecil dengan ukuran yang sederhana berkelompok-kelompok di
bahagian perbatasan antara darat dan hutan bakau terutama sekali di sungai yang
lebih tinggi.
F. Peranan, Fungsi dan Manfaat Hutan
Mangrove
Hutan Mangrove penting sekali untuk perikanan apalagi perikanan estuary
atau perikanan pantai. Hutan Mangrove juga berguna untuk pelindungan alam dari
daerah-daerah di belakangnya terhadap kekuatan alam. Nilai ekonomis (Economical
value) dari kayu-kayunya sebagai bahan pembangunan sangat kecil dan tidak
sebanding dengan nilai proteksinya (protective valuenya). Jumlah kubikasi
kayunya dari 1 Ha tidak feasible untuk di exploitasi, disamping itu kayunya
sudah mengandung garam jadi tidak cocok untuk industri.
Kontribusi hutan mangrove tergambar dari fungsinya itu sendiri, seperti
penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak, pengolahan limbah organik,
tempat mencari makan, memijah dan bertelurnya berbagai biota laut seperi ikan
dan udang. Selain itu sebagai habitat berbagai jenis margasatwa, penghasil kayu
dan nonkayu serta potensi ecotourism. Secara ekologis hutan bakau telah
dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Ekosistem bakau bagi sumber daya ikan dan
udang berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah dan
berkembang biak. Dari sudut ekologi, hutan bakau berfungsi sebagai penghasil
sejumlah detritus dan perangkap sedimen. Hutan manggrove merupakan habitat
berbagai jenis satwa, baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat
sementara.
Sebagai fungsi ekonomis hutan bakau bermanfaat sebagai sumber penghasil
kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat
tangkap ikan dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Hutan manggrove
juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang
air laut.
Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
atau Hutan Bakau :
· Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis
burung hidup disini, dan daratan umpur yang luas berbatasan
dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung
pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus
semipalmatus)
· Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau dapat
melindungi bangunan, tanaman
pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan
akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui
proses filtrasi.
· Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu
proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur
berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur
hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel
lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur
erosi.
· Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau
cenderung memperlambat aliran
air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan
proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber,
termasuk pencucian dari areal pertanian.
· Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan
dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di
antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa
spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses
penambatan racun secara aktif
· Sumber alam dalam kawasan (In-Situ)
dan luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil
pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung
di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi
produk-produk alamiah di hutan mangrove dan
terangkut/berpindah ke tempat lain yang
kemudian digunakan oleh masyarakat di
daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain
atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas
pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
· Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui
air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai
dengan lingkungan.
· Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya
baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun
untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
· Rekreasi dan pariwisata
Hutan mangrove memiliki nilai estetika, baik dari faktor
alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya.
· Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan
ilmu pengetahuan
dan eknologi membutuhkan
laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
· Memelihara proses-proses dan sistem
alami
Hutan mangrove sangat tinggi peranannya dalam
mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau
geologi di dalamnya.
· Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02)
menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian
besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan
karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan
tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar
bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu,
hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon
dibandingkan dengan sumber karbon.
· Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan mangrove mampu menjaga kelembaban dan
curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
· Mencegah berkembangnya tanah sulfat
masam
Keberadaan hutan mangrove dapat mencegah
teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi
alam.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
23 TAHUN 1997
TENTANG
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a.
bahwa lingkungan hidup Indonesia
sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa
Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai
dengan Wawasan Nusantara;
b.
bahwa dalam rangka mendayagunakan
sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi
masa depan;
c.
bahwa dipandang perlu melaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan
lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunanberkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan
lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat
kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum
internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup;
e.
bahwa kesadaran dan kehidupan
masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang
demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215)
perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup;
f.
bahwa sehubungan dengan hal-hal
tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan
Undang-undangtentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Mengingat
:
Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan
Persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
(1)
Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia sertamakhluk hidup lain;
(2) Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
danpengendalian lingkungan hidup;
(3) Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yangmemadukan lingkungan
hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
(4) Ekosistem adalah tatanan unsur
lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
(5) Pelestarian fungsi lingkungan hidup
adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dandaya
tampung lingkungan hidup;
(6)
Daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusiadan makhluk
hidup lain;
(7)
Pelestarian daya dukung lingkungan
hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup
terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan, agar tetapmampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lain;
(8)
Daya tampung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/ataukomponen lain
yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
(9)
Pelestarian daya tampung lingkungan
hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
(10)
Sumber daya adalah unsur lingkungan
hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baikhayati
maupun nonhayati, dan sumber daya buatan;
(11) Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
(12) Pencemaran lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain
ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
(13) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang;
(14).
Perusakan lingkungan hidup adalah
tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi
lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
(15). Konservasi sumber daya alam adalah
pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya
secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya; Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan;
(16) Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap
bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
kesehatan, hidup manusia serta makhluk hidup lain;
(17)
Limbah bahan berbahaya dan beracun
adalah sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
(18)
Sengketa lingkungan hidup adalah
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga
adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
(19) Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh
perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan;
(20)
Analisis mengenai dampak lingkungan
hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
(21) Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok
orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat
yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup;
(22) Audit lingkungan hidup adalah suatu proses
evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau
kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan;
(23)
Orang adalah orang perseorangan,
dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum;
(24) Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk
mengelola lingkungan hidup.
Pasal
2
Ruang
lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berWawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak
berdaulat, dan yurisdiksinya.
BAB
II
ASAS,
TUJUAN, DAN SASARAN
Pasal
3
Pengelolaan
lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas
berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal
4
Sasaran
pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a. tercapainya keselarasan, keserasian,
dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
b.
terwujudnya manusia Indonesia
sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina
lingkungan hidup;
c.
terjaminnya kepentingan generasi
masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi
lingkungan hidup;
e.
terkendalinya pemanfaatan sumber
daya secara bijaksana;
f.
terlindunginya Negara Kesatuan
Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara
yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
BAB
III
HAK,
KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal
5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2)
Setiap orang mempunyai hak atas
informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk
berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
6
(1)
Setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal
7
(1)
Masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di
atas, dilakukan dengan cara:
(1) meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat, dan kemitraan;
(2)
menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat;
(3) menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat
untuk melakukan pengawasan sosial;
(4) memberikan saran pendapat;
(5) menyampaikan informasi dan/atau
menyampaikan laporan.
BAB
IV
WEWENANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal
8
(1)
Sumber daya alam dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta
pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
(2)
Untuk melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a.
mengatur dan mengembangkan
kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;
b.
mengatur penyediaan, peruntukan,
penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali
sumber
daya alam, termasuk sumber daya genetika;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan
hukum antara orang dan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap
sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika;
d.
mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
e.
mengembangkan pendanaan bagi upaya
pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundangundangan yang
berlaku.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
9
(1)
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan
nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap
memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup,
dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas
dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain
dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan
nasional pengelolaan lingkungan hidup.
(3)
Pengelolaan lingkungan hidup wajib
dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam
non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
(4)
Keterpaduan perencanaan dan
pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dikoordinasi oleh Menteri.
Pasal
10
Dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:
(1)
mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil
keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
(2)
mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup;
(3)
mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan
Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;
(4) mengembangkan dan menerapkan
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
(5) mengembangkan dan menerapkan perangkat
yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan
penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
(6)
memanfaatkan dan mengembangkan
teknologi yang akrab lingkungan hidup;
(7) menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
di bidang lingkungan hidup;
(8) menyediakan informasi lingkungan hidup
dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
(9)
memberikan penghargaan kepada
orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup.
Pasal
11
(1) Pengelolaan lingkungan hidup pada
tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang
dikoordinasi oleh Menteri.
(2)
Ketentuan mengenai tugas, fungsi,
wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja kelembagaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal
12
(1)
Untuk mewujudkan keterpaduan dan
keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan
hidup, Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat:
a.
melimpahkan wewenang tertentu
pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah;
b. mengikutsertakan peran Pemerintah
Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup di daerah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
13
(1)
Dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada
Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
(2)
Penyerahan urusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
V
PELESTARIAN
FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal
14
(1)
Untuk menjamin pelestarian fungsi
lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu
dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan
hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta
pemulihan daya dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
15
(1)
Setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian
analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
16
(1)
Setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.
(2)
Penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan
limbah tersebut kepada pihak lain.
(3)
Ketentuan pelaksanaan pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
17
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan
dan/atau membuang.
(3)
Ketentuan mengenai pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
PERSYARATAN
PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP
Bagian
Pertama
Perizinan
Pasal
18
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Dalam izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya
pengendalian dampak lingkungan hidup.
Pasal
19
(1)
Dalam menerbitkan izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan:
a. rencana
tata ruang;
b. pendapat
masyarakat;
c.
pertimbangan dan rekomendasi
pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.
(2)
Keputusan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan wajib diumumkan.
Pasal
20
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap
orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
(2)
Setiap orang dilarang membuang
limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
(3)
Kewenangan menerbitkan atau menolak
permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
(4)
Pembuangan limbah ke media
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi
pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5)
Ketentuan pelaksanaan pasal ini
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
21
Setiap
orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.
Bagian
Kedua
Pengawasan
Pasal
22
(1)
Menteri melakukan pengawasan
terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan
pengawasan.
(3)
Dalam hal wewenang pengawasan
diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan.
Pasal
23
Pengendalian
dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga
yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.
Pasal
24
(1)
Untuk melaksanakan tugasnya,
pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan,
meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan,
memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa
instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang
bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2)
Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Setiap pengawas wajib
memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan
situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
Bagian
Ketiga
Sanksi
Administrasi
Pasal
25
(1)
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I
berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan
tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
(2)
Wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II
dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
(3)
Pihak ketiga yang berkepentingan
berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan
paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Paksaan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat perintah dari pejabat
yang berwenang.
(5)
Tindakan penyelamatan,
penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti
dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.
Pasal
26
(1)
Tata cara penetapan beban biaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (5) serta penagihannya
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, pelaksanaannya menggunakan
upaya hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
27
(1)
Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi
sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
(2)
Kepala Daerah dapat mengajukan usul
untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.
(3)
Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau
kegiatan karena merugikan kepentingannya.
Bagian
Keempat
Audit
Lingkungan Hidup
Pasal
28
Dalam
rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah mendorong penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.
Pasal
29
(1)
Menteri berwenang memerintahkan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup
apabila yang bersangkutan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang ini.
(2)
Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit lingkungan hidup wajib melaksanakan
perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Apabila penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tidak melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakan
audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(4) Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
(5) Menteri mengumumkan hasil audit
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB
VII
PENYELESAIAN
SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Bagian
Pertama
Umum
Pasal
30
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan
secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana
lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(3)
Apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Bagian
Kedua
Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup
di
Luar Pengadilan
Pasal
31
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan
tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
Pasal
32
Dalam
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki
kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil
keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal
33
(1)
Pemerintah dan/atau masyarakat
dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2)
Ketentuan mengenai penyedia jasa
pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketiga
Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup
Melalui
Pengadilan
Paragraf
1
Ganti
Rugi
Pasal
34
(1)
Setiap perbuatan melanggar hukum
berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian
pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu.
(2)
Selain pembebanan untuk melakukan
tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan
pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan
tertentu tersebut.
Paragraf
2
Tanggung
Jawab Mutlak
Pasal
35
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau
menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara
mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi
secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
(2)
Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
a. adanya
bencana alam atau peperangan; atau
b.
adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang
menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(3)
Dalam hal terjadi kerugian yang
disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak
ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.
Paragraf
3
Daluwarsa
untuk Pengajuan Gugatan
Pasal
36
(1)
Tenggang daluwarsa hak untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur
dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban
mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2)
Ketentuan mengenai tenggang
daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun.
Paragraf
4
Hak
Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup
Untuk
Mengajukan Gugatan
Pasal
37
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah
lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
(2)
Jika diketahui bahwa masyarakat
menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian
rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak
untuk kepentingan masyarakat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
38
(1)
Dalam rangka pelaksanaan tanggung
jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi
lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
(2)
Hak mengajukan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3)
Organisasi lingkungan hidup berhak
mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi
persyaratan :
a. berbentuk
badan hukum atau yayasan;
b.
dalam anggaran dasar organisasi
lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup;
c. telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Pasal
39
Tata
cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat,
dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang
berlaku.
BAB
VIII
PENYIDIKAN
Pasal
40
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2)
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.
melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan
hidup;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap
orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan
hidup;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti
dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang
lingkungan hidup;
d.
melakukan pemeriksaan atas
pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
lingkungan hidup;
e.
melakukan pemeriksaan di tempat
tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain
serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
f.
meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan hidup.
(3)
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memb eritahukan dimulainya penyidikan
dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4)
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(5)
Penyidikan tindak pidana lingkungan
hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif dilakukan oleh penyidik
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
IX
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
41
(1)
Barang siapa yang secara melawan
hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan denda paling
banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal
42
(1)
Barang siapa yang karena
kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2)
Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak
pidana diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal
43
(1)
Barang siapa yang dengan melanggar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang
zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas
atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan
impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut,
menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan
untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2)
Diancam dengan pidana yang sama
dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barang siapa yang dengan sengaja
memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi
yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut
dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
(3)
Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku
tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dan
denda paling banyak Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal
44
(1)
Barang siapa yang dengan melanggar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena kealpaannya melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana penjara
paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2)
Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak
pidana diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal
45
Jika
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain,
ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal
46
(1)
Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan,
yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta
tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik
terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain
tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau
terhadap kedua-duanya.
(2)
Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan,
perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang,
baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak
dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi
lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka
yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat
apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar
hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama sama.
(3)
Jika tuntutan dilakukan terhadap
badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap
dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat
tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4)
Jika tuntutan dilakukan terhadap
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat
penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus
menghadap sendiri di pengadilan.
Pasal
47
Selain
ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat
pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
(1) perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana; dan/atau
(2)
penutupan seluruhnya atau sebagian
perusahaan; dan/atau
(3) perbaikan akibat tindak pidana;
dan/atau
(4) mewajibkan mengerjakan apa yang
dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa
hak; dan/atau
(6)
menempatkan perusahaan di bawah
pengampuan paling lama tiga tahun.
Pasal
48
Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.
BAB
X
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
49
(1)
Selambat-lambatnya lima tahun sejak
diundangkannya Undang-undang ini setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah
memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan Undang-undang
ini.
(2)
Sejak diundangkannya Undang-undang
ini dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan limbah
bahan berbahaya dan beracun yang diimpor.
BAB
XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
50
Pada
saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang
ini.
Pasal
51
Dengan
berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor REFR
DOCNM="82uu004">4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3215) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal
52
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 19
September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 68
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
23 TAHUN 1997
TENTANG
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
UMUM
(1)
Lingkungan hidup Indonesia yang
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan
karunia dan rahmatNya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya
agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa
Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan
kualitas hidup itu sendiri. Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara,
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat
dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan
manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai
kemajuan lahir dan
kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat
hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat
tetap dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut
haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya
alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir
maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh
karena itu, penggunaan
sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
hidup.
(2)
Lingkungan hidup dalam pengertian
ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah
administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan
harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya. Lingkungan yang dimaksud
adalah lingkungan hidup Indonesia. Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia
meliputi ruang tempat negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak
berdaulat serta yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain
adalah wilayah, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera
dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alam dan
kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat
dan bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, wawasan dalam
menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan
Nusantara.
(3)
Lingkungan hidup Indonesia sebagai
suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial,
budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang
mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan.
Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup
yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan
meningkatkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti
juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Dalam pada itu, pembinaan
dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain,
yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu
sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan
secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
(4) Pembangunan memanfaatkan secara
terus-menerus sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup
rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata,
baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya
alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak
lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan
hidup dapat menurun. Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung
risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi
dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya
masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya. Terpeliharanya
keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga
menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran anggota masyarakat, yang dapat
disalurkan melalui orang perseorangan, organisasi lingkungan hidup, seperti
lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat adat, dan lain-lain, untuk
memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang menjadi
tumpuan keberlanjutan pembangunan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus
dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi,
selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
(5)
Arah pembangunan jangka panjang
Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan
industri, yang di antaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat
radioaktif. Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat,
industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya limbah bahan
berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat
mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah
meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat
industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan
produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan tantangan yang
besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil terhadap
lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain.
Menyadari hal tersebut
di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dikelola dengan
baik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar
wilayah Indonesia.
(6)
Makin meningkatnya upaya pembangunan
menyebabkan akan makin meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup. Keadaan
ini mendorong makin diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup sehingga
risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin. Upaya
pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tindakan
pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup. Suatu perangkat hukum yang bersifat preventif berupa izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan lain. Oleh karena itu, dalam izin harus
dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan lainnya. Apa yang
dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut sertanya berbagai instansi dalam pengelolaan
lingkungan hidup sehingga perlu dipertegas batas wewenang tiap-tiap instansi
yang ikut serta di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
(7)
Sesuai dengan hakikat Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan
lingkungan hidup sebagai bagian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh
guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup. Dasar
hukum itu dilandasi oleh asas hukum lingkungan hidup dan penaatan setiap orang
akan norma hukum lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 No. 12, Tambahan Lembaran Negara No. 3215) telah menandai awal pengembangan
perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia
sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak
diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat
telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya
ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup selain
lembaga swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat
dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya
sekedar berperan serta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara itu,
permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin kepastian hukum. Di sisi
lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan makin
mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Dalam mencermati perkembangan
keadaan tersebut, dipandang perlu untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang
ini memuat norma hukum lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang ini akan
menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan
perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku,
yaitu peraturan perundang-undangan mengenai pengairan, pertambangan dan energi,
kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri,
permukiman, penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain. Peningkatan
pendayagunaan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata
maupun hukum pidana, dan usaha untuk mengefektifkan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup secara alternatif, yaitu penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang bersengketa.
Di samping itu, perlu pula dibuka kemungkinan dilakukannya gugatan perwakilan.
Dengan cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup tersebut diharapkan akan
meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap sistem nilai tentang betapa
pentingnya pelestarian dan pengembangan kemampuan lingkungan hidup dalam
kehidupan manusia masa kini dan kehidupan manusia masa depan. Sebagai penunjang
hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhatikan asas subsidiaritas,
yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum
lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif
penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan
pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau
perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Dengan mengantisipasi
kemungkinan semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu
korporasi, dalam Undang-undang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi. Dengan
demikian, semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum
dalam satu sistem hukum lingkungan hidup Indonesia.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Angka
1
Cukup
jelas
Angka
2
Cukup
jelas
Angka
3
Cukup
jelas
Angka
4
Cukup
jelas
Angka
5
Cukup
jelas
Angka
6
Cukup
jelas
Angka
7
Cukup
jelas
Angka
8
Cukup
jelas
Angka
9
Cukup
jelas
Angka
10
Cukup
jelas
Angka
11
Cukup
jelas
Angka
12
Cukup
jelas
Angka
13
Cukup
jelas
Angka
14
Cukup
jelas
Angka
15
Cukup
jelas
Angka
16
Cukup
jelas
Angka
17
Cukup
jelas
Angka
18
Cukup
jelas
Angka
19
Cukup
jelas
Angka
20
Cukup
jelas
Angka
21
Cukup
jelas
Angka
22
Cukup
jelas
Angka
23
Cukup
jelas
Angka
24
Cukup
jelas
Angka
25
Cukup
jelas
Pasal
2
Cukup
jelas
Pasal
3
Berdasarkan
asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan
sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi
masa depan. Di lain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap
wilayah yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak
kegiatan di luar wilayah negara. Asas keberlanjutan mengandung makna setiap
orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan
terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan
tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus
dilestarikan.
Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya
pembangunan.
Pasal
4
Cukup
jelas
Pasal
5
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Hak
atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
kerterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan
efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan
membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan
dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik
pemantuan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup, dan
rencana tata ruang.
Ayat
(3)
Peran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan
keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau
dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan.Peran
tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya
didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat
ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan
keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal
6
Ayat
(1)
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap orang turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap orang turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.
Ayat
(2)
Informasi
yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
7
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Huruf
a
Kemandirian
dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan
masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan
pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf
b
Meningkatnya
kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas peran
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
Huruf
c
Meningkatnya
ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan kemungkinan terjadinya
dampak negatif.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Dengan
meningkatnya ketanggapsegeraan akan meningkatkan kecepatan pemberian informasi
tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera ditindak lanjuti.
Pasal
8
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Kegiatan
yang mempunyai dampak sosial merupakan kegiatan yang berpengaruh terhadap
kepentingan umum, baik secara kultural maupun secara struktural.
Huruf
e
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
9
Ayat
(1)
Dalam
rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan
penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi,
dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya
bertumpu pada sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
10
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini adalah pihak-pihak yang
berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf
b
Kegiatan
ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan
dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
Huruf
c
Peran
masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun
dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan
para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi
profesi keilmuan.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Dalam
ketentuan ini yang dimaksud dengan perangkat yang bersifat preemtif adalah
tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan,
seperti tata ruang dan analisis dampak lingkungan hidup. Adapun preventif
adalah tindakan tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu limbah
dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi
dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO 14000. Perangkat
pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif
misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup,
penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan
secara sukarela oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan
kinerja.
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Huruf
h
Cukup
jelas
Huruf
i
Cukup
jelas
Pasal
11
Ayat
(1)
Lingkup
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi berbagai sektor
yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan instansi pemerintah. Untuk
menghindari tumpang tindih wewenang dan benturan kepentingan perlu adanya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi melalui perangkat
kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
12
Ayat
(1)
Huruf
a
Negara
Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keaneragaman potensi sumber daya alam
hayati dan non-hayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat, dan
aspirasi dapat menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna
mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin
terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup secara berdayaguna dan berhasilguna
yang berlandaskan Wawasan Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan
wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi
alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di
daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
Huruf
b
Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah
Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka
wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab tetap berada pada
pemerintah yang menugaskannya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
13
Ayat
(1)
Dengan
memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah, Pemerintah Pusat dapat
menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang,
tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
14
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
15
Ayat
(1)
Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan
untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun
dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat
dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak
positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di
antaranya digunakan kriteria mengenai :
a. besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang
akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya
(irreversible) dampak.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
16
Ayat
(1)
Pengelolaan
limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan,
pengolahan limbah termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
17
Ayat
(1)
Kewajiban
untuk melakukan pengelolaan dimaksud merupakan upaya untuk mengurangi
terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan
beracun mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
18
Ayat
(1)
Contoh
izin yang dimaksud antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha di bidang
pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha di bidang industri.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Dalam
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang
berkenaan dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan
hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi usaha dan/atau kegiatan
yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan rencana pemantauan lingkungan
hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan harus
dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat mutu limbah yang
boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan
kewajiban
yang berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau
dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Apabila suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
diwajibkan melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas
analisis mengenai dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama
dengan permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pasal
19
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Pengumuman
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan pelaksanaan atas keterbukaan
pemerintahan. Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan tersebut
memungkinkan peranserta masyarakat khususnya yang belum menggunakan kesempatan
dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan
keputusan izin.
Pasal
20
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Suatu
usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada umumnya limbah ini harus
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan hidup sehingga tidak
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dalam hal tertentu,
limbah yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan itu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku suatu produk. Namun dari proses pemanfaatan tersebut akan
menghasilkan limbah, sebagai residu yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, yang
akan dibuang ke media lingkungan hidup. Pembuangan (dumping) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal ini adalah pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha
dan/atau kegiatan dan/atau bahan lain yang tidak terpakai atau daluwarsa ke
dalam media lingkungan hidup, baik tanah, air maupun udara. Pembuangan limbah
dan/atau bahan tersebut ke media lingkungan hidup akan
menimbulkan
dampak terhadap ekosistem. Sehingga dengan ketentuan Pasal ini, ditentukan
bahwa pada prinsipnya pembuangan limbah ke media lingkungan hidup merupakan hal
yang dilarang, kecuali ke media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal
21
Cukup
jelas
Pasal
22
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Dalam
hal menetapkan pejabat yang berwenang dari instansi lain untuk melakukan
pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan pimpinan instansi yang
bersangkutan.
Ayat
(3)
Ketentuan
pada ayat ini merupakan pelaksanaan
Pasal
23
Cukup
jelas
Pasal
24
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan adalah
menghormati nilai dan norma yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis.
Pasal
25
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal
26
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
27
Ayat
(1)
Bobot
pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari pelanggaran
syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban. Yang
dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh usaha dan/atau
kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya
telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya
akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
28
Audit
lingkungan hidup merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam menaati
persyaratan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam pengertian ini, audit lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk memverifikasi
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang berlaku,
serta dengan kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan secara internal oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal
29
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Hasil
audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan dokumen
yang bersifat terbuka untuk umum, sebagai upaya perlindungan masyarakat karena
itu harus diumumkan.
Pasal
30
Ayat
(1)
Ketentuan
pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yang
bersengketa.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Ketentuan
pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda
mengenai satu sengketa
lingkungan
hidup untuk menjamin kepastian hukum.
Pasal
31
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan dilakukan
secara sukarela oleh para pihak yang berkepentingan, yaitu para pihak yang
mengalami kerugian dan mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait
dengan subyek yang disengketakan, serta dapat melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian
terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
Tindakan
tertentu di sini dimaksudkan sebagai upaya memulihkan fungsi lingkungan hidup
dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.
Pasal
32
Untuk
melancarkan jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak yang
berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk :
a. pihak
ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.
Pihak ketiga netral ini
berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para pihak yang berkepentingan
sehingga dapat dicapai kesepakatan.
Pihak
ketiga netral ini harus :
(1)
disetujui oleh para pihak yang
bersengketa;
(2) tidak memiliki hubungan keluarga
dan/atau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa;
(3)
memiliki ketrampilan untuk
melakukan perundingan atau penengahan;
(4)
tidak memiliki kepentingan terhadap
proses perundingan maupun hasilnya.
b.
pihak ketiga netral yang memiliki
kewenangan mengambil keputusan berfungsi sebagai arbiter, dan semua putusan
arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang bersengketa.
Pasal
33
Ayat
(1)
Lembaga
penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dimaksudkan sebagai
suatu lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan mekanisme pilihan
penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan
profesionalisme. Lembaga penyedia jasa yang dibentuk Pemerintah dimaksudkan
sebagai pelayanan publik.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
34
Ayat
(1)
Ayat
ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut
asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar
dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk :
memasang
atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu
lingkungan hidup yang ditentukan; memulihkan fungsi lingkungan hidup; menghilangkan
atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
Ayat
(2)
Pembebanan
pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah
pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pasal
35
Ayat
(1)
Pengertian
bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan
tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti
kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat
dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini
dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksudkan sampai batas tertentu,
adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Ayat
(2)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan tindakan pihak ketiga dalam ayat ini merupakan perbuatan
persaingan curang atau kesalahan yang dilakukan Pemerintah.
Pasal
36
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
37
Ayat
(1)
Yang
dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok
kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang
dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang
ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
38
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Gugatan
yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa tuntutan
membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
a.
memohon kepada pengadilan agar
seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan
dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
b.
menyatakan seseorang telah
melakukan perbuatan melanggar hukum karena mencemarkan atau merusak lingkungan
hidup;
c.
memerintahkan seseorang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk membuat atau memperbaiki unit pengolah
limbah.
Yang dimaksud dengan
biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan
telah dikeluarkan oleh organisasi lingkungan hidup.
Ayat
(3)
Tidak
setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan hidup,
melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan
sebagaimana dimaksud di atas, maka secara selektif keberadaan organisasi
lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama
lingkungan hidup ke pengadilan, baik ke peradilan umum ataupun peradilan tata
usaha negara, tergantung pada kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam
memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.
Pasal
39
Cukup
jelas
Pasal
40
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal
41
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
42
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
43
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
44
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
45
Cukup
jelas
Pasal
46
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
47
Cukup
jelas
Pasal
48
Cukup
jelas
Pasal
49
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
50
Cukup
jelas
Pasal
51
Cukup
jelas
Pasal
52
Cukup
jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3699
Kutipan : MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA
TAHUN 1997
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hutan
mangrove, kata yang di gunakan untuk menunjukan spesies tumbuhan yang tumbuh di
daerah pasang surut.
2. Hutan
mangrove terdiri dari beberapa jenis, diantarnya :
1.
Hutan Bakau
2.
Hutan Nyireh Bunga
3.
Hutan Linggadai
4.
Hutan Nipah
5.
Hutan Nipah Dungun
6.
Hutan Pedada
7.
Hutan Nibong
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari penulisan ini disarankan
agar kita dapat lebih melestarikan lingkungan hidup dan hutan Mangrove sesuai
dengan peraturan hukum yang berlaku.
Dari penulis :
Semoga bermanfaat :)