-Part 3-
Semakin hari Acha kehilangan semangat hidupnya,bahkan senyum manisnya pun jarang tersungging dari bibir mungilnya.
"kenapa kamu cha ?" pertanyaan itu sering terlontar dari keluarganya. "memang kenapa aku ?" Acha balik bertanya pada dirinya sendiri.Sungguh muna, Acha sebenarnya begitu mengerti alasannya menjadi seperti ini,namun Acha tak ingin membicarakannya lagi,takut membebani pikiran keluarga,terutama mamah.
"mas Deva.." desah Acha pelan , sebelum dia memutuskan untuk tidak menyebut nama itu lagi. Mustahil jika Acha benar benar memendam rasa itu, menguburnya dalam dalam, namun setidaknya dia telah berusaha, meskipun menyakitkan.
"aku bukan gadis yang lemah,aku bisa tanpamu! Semangat cha..Semangat"
***
Bau embun pagi menyeruak, dinginnya udara menyapa kulit Acha. Dengan tekat yang kuat dan semangat yang baru Acha kembali berkutat dengan rutinitasnya. "pagi bu.." Acha menyapa ramah pada tetangga yg berpapasan. Acha menebarkan senyumnya di sepanjang perjalanan menuju pantai.
Suasana pantai terlihat tak seperti biasa. Acha memandang sekeliling sambil memilah milah ikan sesuai jenisnya, terlihat orang orang berkerumun memandang lepas ke arah pantai, sepertinya ada sesuatu yang mereka nantikan. Tiba tiba dari kejauhan nampak kapal besar,Kapal itu mewah, tak seperti kapal pengangkut ikan yang lusuh dan bau. Orang orang di pesisir pantai antusias menunggu kapal itu berlabuh. Setelah menunggu sekitar 5 menit. Sesosok pemuda dan beberapa orang yang telah berumur berjajar rapi. Acha mendongakkan kepalanya,dengan tak mengubah posisinya mendekat ke arah pemuda tersebut. Pemuda dan orang orang di pesisir pantai saling berjabat tangan,sesekali berpelukan. Terlihat seperti beberapa tahun tak bertemu. Pemuda itu memunggungi penglihatan Acha, namun Acha telah menangkap sedikit raut kebahagiaan memancar, senyum itu... Sepertinya tak asing. "bukan.." acha menggelengkan kepala, tanda tak menyetujui akan pikirannya sendiri.
...
"Acha di pantai nak, dia menghabiskan separoh waktunya disana, ya.. Sambil berjualan ikan, membantu pekerjaan ibu. Karena dia tak lama berhenti dari pekerjaannya" mamah bercerita dan diakhiri dengan tundukan lesu.
Mereka berbincang bincang , sepertinya ada saja topik yang mereka bicarakan, di pondok tua itu. Terlihat akrab, dan saling terbuka.
"sudah.. Kita lanjutkan lain waktu,susul dia disana nak" perintah mamah.
***
Terpaan panas matahari menyentuh kulit Acha yang kekuningan, sesekali
tangannya tak henti membasuh keringat yang mengalir di pelipisnya. Acha berdiri sempoyongan menuju pesisir pantai, dia menjatuhkan tubuhnya di pasir yang empuk, kaki jenjangnya dia luruskan, membiarkan deburan ombak membasahi kakinya. Berhenti sejenak dari pekerjaannya, ikan ikan di bascom dia tinggalkan begitu saja.
"hey..." . Teguran yang sontak membuat Acha kaget, namun nada tegurannya terdengar ramah. Acha menoleh ke asal suara,dan mereka saling bertatapan. Hening.....
"hey cha.. Disapa kok diem aja" kata sesosok pemuda yang sekarang sudah duduk di samping Acha,dengan posisi yang sama. Mimik muka Acha tampak bingung. "eh eh.. Iya.. Kamu siapa ?"
Pemuda itu lantas tertawa, "hah ? Secepat itu kamu lupakan aku cha ? Huu mentang mentang dulu aku hitam,dekil" pemuda itu mulai menjejalkan pertanyaan yang akrab terdengar. "emangnya aku kenal kamu ?" Acha semakin bingung, pemuda ini pemuda yang tadi pagi keluar dari kapal. Acha mengamati wajah pemuda itu, firasatnya kali ini yakin takkan meleset. "ihh..Mandangin aku segitunya sih.." pemuda itu berkata dengan nada menggoda. "eh tunggu, kamu kok seperti temen kecil ku dulu, mirip deh cuma temen ku itu...." Acha menggantungkan kata katanya. "kenapa hitam ? Yaelah cha kan udah gede, gak mandi di sungai lagi, gak main lumpur, jarang berjemur di pantai, tapi kalau urusan mengoleksi barang butut, tetep kok" pemuda itu terkekeh. Acha spontan melihat ke arah kaki pemuda itu, ada sandal jepit disana. Acha tersenyum,dan mengangguk pelan, mengakui kehebatan firasatnya dari awal. "Irsyaaad ! ! !" Acha berteriak sambil menggoyangkan pundak pemuda itu. "Acha... Peri cantikku.. Teman kecilku ohh kangen sekali aku padamu cha" Pemuda itu tak kalah histeris, di peluknya teman kecil nya dulu, satu satunya alasan pemuda itu mendatangi Desa ini. "ahh kamu syad.. Beda banget lo, jadi pangling aku" kata Acha malu malu. "woyadong, kenapa ganteng ya ?" kata Irsyad sambil melepas pelan pelan pelukannya. Acha sejenak terdiam,mengamati setiap lekuk perubahan dari Irsyad. "hmmm.. Bolehlah.. Tapi sandal jepit bututmu itu.. Sepertinya tidak pas" Acha memberanikan berkomentar. "lupa ya sama janjiku dulu? Janji kalo aku udah sukses , aku akan balik kesini,berbagi kebahagiaan sama kamu cha... Tentunya dengan sandal jepit ini" ujar Irsyad. "ahh kamu nanggepinnya serius, padahal waktu itu cuma becanda hihi" Acha tersenyum geli sambil memainkan kakinya.
"tapi sandal itu berharga buatku cha,jadi pas kamu nyuruh aku buat nyimpan itu sandal ya aku turutin".
"berharga ?"
"satu satunya pemberianmu, waktu kakiku luka. Ya kan ? So sweet dah neng Acha"
Acha tersenyum lalu mencubit lengan Irsyad.Irsyad tak mau kalah, dia membalas mencubit pipi Acha. Mereka mengulang kembali masa masa kecil dulu, masa dimana selalu bahagia, tertawa, bermain bersama. Namun rasa canggung tak dapat terelakkan, dan setelah merasakan itu mereka terdiam, lalu kembali becanda lagi. Tenggelamnya matahari mengisyaratkan mereka untuk berpisah, semalam.... Dan besok akan lebih indah daripada hari ini.
***
"mamah.. mamah sini deh, Acha mau cerita" kata Acha sambil membenarkan letak poninya.
"apa sayang ?"
"irsyad mah ? Anak pak maman , dia pulang kampung ?"
"mamah udah tau"
"loh ? Tau darimana mah?"
"dia kan tadi pagi kesini nyariin kamu, yaudah mamah suruh nyusul kamu ke pantai, tadi nak Irsyad nemuin kamu kan ?"
"iya "
"apa yang diperbuat nak Irsyad ke kamu,hebat bisa buat kamu ceria seperti ini ?"
"mmmh.. Ada deh mah" Acha berlarian ke kamarnya.
Acha membuka jendela dan menopang dagunya. Kebiasaan yang tak terewatkan, melihat langit di malam hari, gelap.. ''Andai saja tak ada Bintang bintang di langit sana, tak akan ada kedamaian tatkala kita menatap langit" kata kata itu tiba tiba terngiang di telinga Acha. "seperti kamu cha... Kalau tak ada kamu, hatiku takkan damai.. Tetaplah menjadi bintang di hatiku cha.." setelah itu tak ada jawaban dari Acha,dia telah melayang dalam pelukan hangat Deva.
"tidak..TIDAK ! ! !" Acha menggelengkan kepalanya,menjambak rambutnya sendiri. Kenapa di setiap kata,setiap perbuatan, selalu terkenang akan Deva. Acha membanting jendelanya, dan terisak sambil membenamkan kepalanya di bantal. "aku melanggar janjiku Tuhan..Baru tadi siang,aku kembali merasakan indahnya kebahagiaan namun kenapa harus teringat pada mas Deva" bulir bulir air mata Acha semakin deras mengalir melalu pipi yang selalu tampak merona merah meskipun tanpa blass on. Untung rasa kantuk Acha mampu mengalahkan gemuruh dalam hatinya.
Ku kira benar.. Kau kira salah
kita berbeda tak pernah sama.. Tak pernah searah.....
***
"gue kan udah bilang, jangan keluar sebelum gue pulang,nunggu sebentar aja gak bisa! Pergi kemana lo shill?"
"kan udah gue bilang, tadi malem itu ada Arisan, gue ketuanya masak telat apa kata temen temen?"
"halah alesan! Bilang aja habis tidur sama si Roy, sampe lupa gak pulang"
"eh jaga mulut lo Riko.. Gue harus hormat gimana sama lo,kalo lo sendiri selingkuh"
"jadi lo balas dendam ceritanya ? Kan waktu itu gue udah minta maaf,dan kita sepakat untuk memperbaiki rumah tangga kita,ayo pulang..Ntar kalo mama tau kita bertengkar gimana ?" riko menyeret shilla untuk mengajaknya pulang,namun Shilla tak mau.
TINNN....
Suara klakson Nyonya Zahra,terdengar memasuki gerbang utama.
Riko dan Shilla tampak tegang,namun tak sedikitpun mengurangi amarah diantara mereka.
"loh sejak kapan kalian disini, ayo masuk" ajak nyonya Zahra, disampingnya ada Ify yang menenteng banyak belanjaan. Riko dan Shilla saling bertatapan. Shilla sebenarnya sudah berniat menumpahkan permasalahan rumah tangganya pada ibunya, namun dia merasa khawatir..khawatir akan mempengaruhi kesehatan Nyonya Zahra, khawatir akan menunda acara pertunangan adiknya. "ayo fy, masuk langsung ke kamar Deva aja sana"
"ok tante".
Ify berjalan menaiki tangga bak pragawati, meliak liuk indah.
"apa ?"
"yaelah jutek amat Dev.. Gue punya surprize buat lo, boleh masuk kan ?"
"udah sini aja, buruan gih"
Ify membuka tas motif bulu harimau favoritenya. "TARRAAA"Ify menunjukkan sepasang cincin berlian. Deva menatap cincin itu datar, "well ?". Ify hendak menggelanjut manja di pundak Deva, namun Deva buru buru menangkis tangan Ify. Untuk yang ke sekian kalinya, Deva memberikan ultimatum jika dia tak pernah berhasrat untuk menjalin cinta dengan Ify. Dan kali ini, tampaknya kata kata Deva terlalu menyakiti perasaan Ify hingga menangis sesenggukan.
"kali ini, Deva tidak bisa menuruti permintaan mama,Deva minta maaf". Nyonya Zahra menatap Deva dalam.. "hanya karena gadis itu ? Kau tak menuruti permintaan mama ?
"
"Acha berarti bagi Deva ma.. Lebih berharga..."
"lebih berharga daripada mama ? "
"bukan..Dari dia.. "
"sekali ini saja,turuti permintaan mama"
"permintaan yang menentukan masa depan Deva, bukan main main ma"
"kamu kira mama main main memilih pasangan untukmu ?"
"tapi itu pilihan yang bodoh !" Deva menunduk
"kalau tak ada mama, kau tak ada di Dunia ini Deva ! Kalau begini,mama jadi menyesal melahirkanmu"
"bukan maksud Deva seperti itu.."
"Jangan Membangkang ! Siapkan mentalmu untuk 2 hari lagi" nyonya Zahra berlalu begitu saja tanpa mendengarkan suara hati anak lelakinya.
to be continue,,,
By : Rediana (Kelompok 1)
Jika suka dengan Cerbung ini silahkan beri jempol ya !!!
-SSL-
Rediana Ree-boo Ready's (Rayreadydevasocietyfz-sejati)
Semakin hari Acha kehilangan semangat hidupnya,bahkan senyum manisnya pun jarang tersungging dari bibir mungilnya.
"kenapa kamu cha ?" pertanyaan itu sering terlontar dari keluarganya. "memang kenapa aku ?" Acha balik bertanya pada dirinya sendiri.Sungguh muna, Acha sebenarnya begitu mengerti alasannya menjadi seperti ini,namun Acha tak ingin membicarakannya lagi,takut membebani pikiran keluarga,terutama mamah.
"mas Deva.." desah Acha pelan , sebelum dia memutuskan untuk tidak menyebut nama itu lagi. Mustahil jika Acha benar benar memendam rasa itu, menguburnya dalam dalam, namun setidaknya dia telah berusaha, meskipun menyakitkan.
"aku bukan gadis yang lemah,aku bisa tanpamu! Semangat cha..Semangat"
***
Bau embun pagi menyeruak, dinginnya udara menyapa kulit Acha. Dengan tekat yang kuat dan semangat yang baru Acha kembali berkutat dengan rutinitasnya. "pagi bu.." Acha menyapa ramah pada tetangga yg berpapasan. Acha menebarkan senyumnya di sepanjang perjalanan menuju pantai.
Suasana pantai terlihat tak seperti biasa. Acha memandang sekeliling sambil memilah milah ikan sesuai jenisnya, terlihat orang orang berkerumun memandang lepas ke arah pantai, sepertinya ada sesuatu yang mereka nantikan. Tiba tiba dari kejauhan nampak kapal besar,Kapal itu mewah, tak seperti kapal pengangkut ikan yang lusuh dan bau. Orang orang di pesisir pantai antusias menunggu kapal itu berlabuh. Setelah menunggu sekitar 5 menit. Sesosok pemuda dan beberapa orang yang telah berumur berjajar rapi. Acha mendongakkan kepalanya,dengan tak mengubah posisinya mendekat ke arah pemuda tersebut. Pemuda dan orang orang di pesisir pantai saling berjabat tangan,sesekali berpelukan. Terlihat seperti beberapa tahun tak bertemu. Pemuda itu memunggungi penglihatan Acha, namun Acha telah menangkap sedikit raut kebahagiaan memancar, senyum itu... Sepertinya tak asing. "bukan.." acha menggelengkan kepala, tanda tak menyetujui akan pikirannya sendiri.
...
"Acha di pantai nak, dia menghabiskan separoh waktunya disana, ya.. Sambil berjualan ikan, membantu pekerjaan ibu. Karena dia tak lama berhenti dari pekerjaannya" mamah bercerita dan diakhiri dengan tundukan lesu.
Mereka berbincang bincang , sepertinya ada saja topik yang mereka bicarakan, di pondok tua itu. Terlihat akrab, dan saling terbuka.
"sudah.. Kita lanjutkan lain waktu,susul dia disana nak" perintah mamah.
***
Terpaan panas matahari menyentuh kulit Acha yang kekuningan, sesekali
tangannya tak henti membasuh keringat yang mengalir di pelipisnya. Acha berdiri sempoyongan menuju pesisir pantai, dia menjatuhkan tubuhnya di pasir yang empuk, kaki jenjangnya dia luruskan, membiarkan deburan ombak membasahi kakinya. Berhenti sejenak dari pekerjaannya, ikan ikan di bascom dia tinggalkan begitu saja.
"hey..." . Teguran yang sontak membuat Acha kaget, namun nada tegurannya terdengar ramah. Acha menoleh ke asal suara,dan mereka saling bertatapan. Hening.....
"hey cha.. Disapa kok diem aja" kata sesosok pemuda yang sekarang sudah duduk di samping Acha,dengan posisi yang sama. Mimik muka Acha tampak bingung. "eh eh.. Iya.. Kamu siapa ?"
Pemuda itu lantas tertawa, "hah ? Secepat itu kamu lupakan aku cha ? Huu mentang mentang dulu aku hitam,dekil" pemuda itu mulai menjejalkan pertanyaan yang akrab terdengar. "emangnya aku kenal kamu ?" Acha semakin bingung, pemuda ini pemuda yang tadi pagi keluar dari kapal. Acha mengamati wajah pemuda itu, firasatnya kali ini yakin takkan meleset. "ihh..Mandangin aku segitunya sih.." pemuda itu berkata dengan nada menggoda. "eh tunggu, kamu kok seperti temen kecil ku dulu, mirip deh cuma temen ku itu...." Acha menggantungkan kata katanya. "kenapa hitam ? Yaelah cha kan udah gede, gak mandi di sungai lagi, gak main lumpur, jarang berjemur di pantai, tapi kalau urusan mengoleksi barang butut, tetep kok" pemuda itu terkekeh. Acha spontan melihat ke arah kaki pemuda itu, ada sandal jepit disana. Acha tersenyum,dan mengangguk pelan, mengakui kehebatan firasatnya dari awal. "Irsyaaad ! ! !" Acha berteriak sambil menggoyangkan pundak pemuda itu. "Acha... Peri cantikku.. Teman kecilku ohh kangen sekali aku padamu cha" Pemuda itu tak kalah histeris, di peluknya teman kecil nya dulu, satu satunya alasan pemuda itu mendatangi Desa ini. "ahh kamu syad.. Beda banget lo, jadi pangling aku" kata Acha malu malu. "woyadong, kenapa ganteng ya ?" kata Irsyad sambil melepas pelan pelan pelukannya. Acha sejenak terdiam,mengamati setiap lekuk perubahan dari Irsyad. "hmmm.. Bolehlah.. Tapi sandal jepit bututmu itu.. Sepertinya tidak pas" Acha memberanikan berkomentar. "lupa ya sama janjiku dulu? Janji kalo aku udah sukses , aku akan balik kesini,berbagi kebahagiaan sama kamu cha... Tentunya dengan sandal jepit ini" ujar Irsyad. "ahh kamu nanggepinnya serius, padahal waktu itu cuma becanda hihi" Acha tersenyum geli sambil memainkan kakinya.
"tapi sandal itu berharga buatku cha,jadi pas kamu nyuruh aku buat nyimpan itu sandal ya aku turutin".
"berharga ?"
"satu satunya pemberianmu, waktu kakiku luka. Ya kan ? So sweet dah neng Acha"
Acha tersenyum lalu mencubit lengan Irsyad.Irsyad tak mau kalah, dia membalas mencubit pipi Acha. Mereka mengulang kembali masa masa kecil dulu, masa dimana selalu bahagia, tertawa, bermain bersama. Namun rasa canggung tak dapat terelakkan, dan setelah merasakan itu mereka terdiam, lalu kembali becanda lagi. Tenggelamnya matahari mengisyaratkan mereka untuk berpisah, semalam.... Dan besok akan lebih indah daripada hari ini.
***
"mamah.. mamah sini deh, Acha mau cerita" kata Acha sambil membenarkan letak poninya.
"apa sayang ?"
"irsyad mah ? Anak pak maman , dia pulang kampung ?"
"mamah udah tau"
"loh ? Tau darimana mah?"
"dia kan tadi pagi kesini nyariin kamu, yaudah mamah suruh nyusul kamu ke pantai, tadi nak Irsyad nemuin kamu kan ?"
"iya "
"apa yang diperbuat nak Irsyad ke kamu,hebat bisa buat kamu ceria seperti ini ?"
"mmmh.. Ada deh mah" Acha berlarian ke kamarnya.
Acha membuka jendela dan menopang dagunya. Kebiasaan yang tak terewatkan, melihat langit di malam hari, gelap.. ''Andai saja tak ada Bintang bintang di langit sana, tak akan ada kedamaian tatkala kita menatap langit" kata kata itu tiba tiba terngiang di telinga Acha. "seperti kamu cha... Kalau tak ada kamu, hatiku takkan damai.. Tetaplah menjadi bintang di hatiku cha.." setelah itu tak ada jawaban dari Acha,dia telah melayang dalam pelukan hangat Deva.
"tidak..TIDAK ! ! !" Acha menggelengkan kepalanya,menjambak rambutnya sendiri. Kenapa di setiap kata,setiap perbuatan, selalu terkenang akan Deva. Acha membanting jendelanya, dan terisak sambil membenamkan kepalanya di bantal. "aku melanggar janjiku Tuhan..Baru tadi siang,aku kembali merasakan indahnya kebahagiaan namun kenapa harus teringat pada mas Deva" bulir bulir air mata Acha semakin deras mengalir melalu pipi yang selalu tampak merona merah meskipun tanpa blass on. Untung rasa kantuk Acha mampu mengalahkan gemuruh dalam hatinya.
Ku kira benar.. Kau kira salah
kita berbeda tak pernah sama.. Tak pernah searah.....
***
"gue kan udah bilang, jangan keluar sebelum gue pulang,nunggu sebentar aja gak bisa! Pergi kemana lo shill?"
"kan udah gue bilang, tadi malem itu ada Arisan, gue ketuanya masak telat apa kata temen temen?"
"halah alesan! Bilang aja habis tidur sama si Roy, sampe lupa gak pulang"
"eh jaga mulut lo Riko.. Gue harus hormat gimana sama lo,kalo lo sendiri selingkuh"
"jadi lo balas dendam ceritanya ? Kan waktu itu gue udah minta maaf,dan kita sepakat untuk memperbaiki rumah tangga kita,ayo pulang..Ntar kalo mama tau kita bertengkar gimana ?" riko menyeret shilla untuk mengajaknya pulang,namun Shilla tak mau.
TINNN....
Suara klakson Nyonya Zahra,terdengar memasuki gerbang utama.
Riko dan Shilla tampak tegang,namun tak sedikitpun mengurangi amarah diantara mereka.
"loh sejak kapan kalian disini, ayo masuk" ajak nyonya Zahra, disampingnya ada Ify yang menenteng banyak belanjaan. Riko dan Shilla saling bertatapan. Shilla sebenarnya sudah berniat menumpahkan permasalahan rumah tangganya pada ibunya, namun dia merasa khawatir..khawatir akan mempengaruhi kesehatan Nyonya Zahra, khawatir akan menunda acara pertunangan adiknya. "ayo fy, masuk langsung ke kamar Deva aja sana"
"ok tante".
Ify berjalan menaiki tangga bak pragawati, meliak liuk indah.
"apa ?"
"yaelah jutek amat Dev.. Gue punya surprize buat lo, boleh masuk kan ?"
"udah sini aja, buruan gih"
Ify membuka tas motif bulu harimau favoritenya. "TARRAAA"Ify menunjukkan sepasang cincin berlian. Deva menatap cincin itu datar, "well ?". Ify hendak menggelanjut manja di pundak Deva, namun Deva buru buru menangkis tangan Ify. Untuk yang ke sekian kalinya, Deva memberikan ultimatum jika dia tak pernah berhasrat untuk menjalin cinta dengan Ify. Dan kali ini, tampaknya kata kata Deva terlalu menyakiti perasaan Ify hingga menangis sesenggukan.
"kali ini, Deva tidak bisa menuruti permintaan mama,Deva minta maaf". Nyonya Zahra menatap Deva dalam.. "hanya karena gadis itu ? Kau tak menuruti permintaan mama ?
"
"Acha berarti bagi Deva ma.. Lebih berharga..."
"lebih berharga daripada mama ? "
"bukan..Dari dia.. "
"sekali ini saja,turuti permintaan mama"
"permintaan yang menentukan masa depan Deva, bukan main main ma"
"kamu kira mama main main memilih pasangan untukmu ?"
"tapi itu pilihan yang bodoh !" Deva menunduk
"kalau tak ada mama, kau tak ada di Dunia ini Deva ! Kalau begini,mama jadi menyesal melahirkanmu"
"bukan maksud Deva seperti itu.."
"Jangan Membangkang ! Siapkan mentalmu untuk 2 hari lagi" nyonya Zahra berlalu begitu saja tanpa mendengarkan suara hati anak lelakinya.
to be continue,,,
By : Rediana (Kelompok 1)
Jika suka dengan Cerbung ini silahkan beri jempol ya !!!
-SSL-
Rediana Ree-boo Ready's (Rayreadydevasocietyfz-sejati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar